Shallom,

Blog PPA katedral akhirnya kelar juga. Segala kritik dan saran dari teman-teman akan membantu. Bagi yang berminat membantu posting dapat menghubungi ahiap ( bagi yang belum kenal, namanya Andreas Erdian Wijaya atau selaku koordinator kmn. Kmn itu apa? capede kalo ga tahu). Bagi anak- anak PPA maupun Ex-PPA harap follow blog ini. Caranya?? klick tombol follow, tunggu sebentar hingga muncul windows baru, lalu pilih account apa yang digunakan (disarankan yahoo aja) jadi ngk perlu buat Gmail baru. =D Labora pro Deo! <-- click untuk informasi.

Thursday, October 21, 2010

Bai Fang Li , seorang tukang becak yang belajar dari seorang anak yatim piatu

rasanya ,tak perlu menggembar-gemborkan sudah berapa banyak kita menyumbang orang karena mungkin belum sepadan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Bai Fang Li. Kebanyakan dari kita menyumbang kalau sudah kelebihan uang. Jika hidup pas-pasan keinginan menyumbang hampir tak ada.


http://www.samaggi-phala.or.id/images/naskah_damma/bai.jpg

Bai Fang Li berbeda. Ia menjalani hidup sebagai tukang becak. Hidupnya sederhana karena memang hanya tukang becak. Namun semangatnya tinggi. Pergi pagi pulang malam mengayuh becak mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya. Ia tinggal di gubuk sederhana di Tianjin, China.

Ia hampir tak pernah beli makanan karena makanan yang ia makan lebih banyak didapatkan dengan cara memulung. Begitupun pakaiannya. Apakah hasil membecaknya tak cukup untuk membeli makanan dan pakaian?




Pendapatannya cukup memadai dan sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih layak. Namun ia lebih memilih menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu.





Kejadian yang Mulai Merubah Pandangan Hidupnya

Bai Fang Li mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menawarkan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya.

Namun yang membuat Bai Fang Li heran, si anak memungut makanan di tempat sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan layak untuk mengisi perutnya. Ketika ditanya, ternyata si anak tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan.

Ia gunakan uang itu untuk makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Mereka hidup bertiga sebagai pemulung dan orangtuanya entah di mana.

Bai Fang Li yang berkesempatan mengantar anak itu ke tempat tinggalnya tersentuh. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh.

Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.

Dalam Memberi, Bai Fang Li Tak Pernah Menuntut Apapun

Bai Fang Li memulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang mendapatkan manfaat dari uang sumbangannya.

Pada tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan ringkih. Ia bilang pada pengurus yayasan kalau ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk. Saat itu ia membawa sumbangan terakhir sebanyak 500 yuan atau setara dengan Rp 675.000.


Dengan uang sumbangan terakhir itu, total ia sudah menyumbang 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Anaknya, Bai Jin Feng, baru tahu kalau selama ini ayahnya menyumbang ke yayasan tersebut. Tahun 2005, Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru.


Melihat semangatnya untuk menyumbang, Bai Fang Li memang orang yang luar biasa. Ia hidup tanpa pamrih dengan menolong anak-anak yang tak beruntung. Meski hidup dari mengayuh becak (jika diukur jarak mengayuh becaknya sama dengan 18 kali keliling bumi), ia punya kepedulian yang sangat tinggi kepada nasib orang lain yang lebih kurang beruntung dari dirinya.

sumber : kaskus.us

Reaksi wajah seorang anak ketika melihat sesuatu yang tak mampu dia beli padahal bagi kita mungkin bukan hal yang sulit tuk diraih.
 
 
Read More......

Wednesday, October 6, 2010

Persenjataan Tuhan pada ciptaannya

Kelelawar memiliki mata faset yang tidak memungkinkannya untuk melihat jauh, apalagi pada malam hari. Uniknya, Tuhan mencipta kelelawar justru untuk hidup di tempat gelap dan terbang pada malam hari. Maka, bayangkan jika kelelawar berpikir bahwa sumber kekuatannya hanya pada penglihatan. Ia pasti takkan pernah terbang karena takut menabrak benda-benda keras yang dapat melukainya. Ia tidak dapat mencari makanan dan tempat tinggal, lalu akhirnya mati. Ternyata Tuhan memberinya kelebihan lain, yang disebut ekolokasi. Yakni kemampuan memperkirakan jarak benda dengan mendengarkan pantulan bunyi yang berfrekuensi tinggi. Dengan demikian kelelawar dapat terbang cepat tanpa takut menabrak berbagai benda.

Kemampuan ekolokasi pada kelelawar, makanan untuk burung gagak, dan pakaian indah untuk bunga bakung, menunjukkan bahwa Tuhan selalu memperlengkapi setiap ciptaan sesuai dengan yang ia perlukan untuk hidup. Dan, jika kelelawar pun Dia perlengkapi, Dia juga pasti memperhatikan hidup kita. Maka, jangan habiskan waktu untuk mempertanyakan apa yang tidak kita miliki. Tuhan tidak salah menempatkan kita dengan berbagai persoalan yang ada. Jangan berkecil hati, banyak hal sudah Tuhan persiapkan untuk memperlengkapi kita. Syaratnya cuma satu, “Carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkannya juga kepadamu” (ayat 31).

Kelelawar, burung gagak, dan bunga bakung, dikasihi Tuhan. Terlebih kita. Berbesar hatilah dan carilah Tuhan. Dia menyediakan segala hal yang melampaui keterbatasan kita, agar hidup kita menyatakan kemuliaan dan kebesaran Kerajaan-Nya

Ketika Tuhan menciptakan seseorang, Tuhan memperlengkapinya tanpa ada yang kurang.

sumber = note bee jocelyn dari facebook Read More......